OPINI - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) sering kali diwarnai dengan kampanye besar-besaran dan biaya pencalonan yang fantastis. Setiap sudut kota dipenuhi spanduk dan baliho, tim sukses bekerja tanpa lelah menggalang dukungan, dan dana yang dihabiskan calon bupati bisa mencapai miliaran rupiah. Namun, apakah semua ini diperlukan? Menurut hemat saya, langkah yang lebih sederhana justru bisa menciptakan pemilihan yang lebih adil dan melahirkan pemimpin yang benar-benar jujur.
Bagaimana jika, dalam Pilkada, calon bupati hanya diizinkan memasang gambar atau poster di setiap perempatan jalan tanpa harus mengadakan kampanye besar-besaran? Tidak perlu ada tim sukses yang berkeliling, tidak ada aksi pencitraan berlebihan di media sosial, dan masyarakat hanya datang ke TPS untuk memilih tanpa pengaruh dari janji-janji manis yang biasanya hanya indah di mulut.
Konsep ini bisa membangun ruang yang lebih netral. Dengan membatasi interaksi langsung antara calon dan pemilih, pemilih akan lebih objektif dalam memilih pemimpin. Mereka tidak lagi terpengaruh oleh tim sukses atau kampanye hitam yang kadang menjatuhkan lawan politik secara tidak adil. KPU cukup mengumumkan daftar calon, dan selebihnya masyarakat menilai calon berdasarkan rekam jejak mereka. Calon yang baik seharusnya tidak perlu mengandalkan kampanye besar-besaran jika rekam jejak mereka sudah cukup untuk berbicara.
Namun, ada satu kenyataan pahit yang perlu kita renungkan. Dana yang dihabiskan dalam proses pencalonan ini sangat besar, mencapai miliaran rupiah. Munafik rasanya jika kita berharap seorang pemimpin yang menghabiskan uang sebanyak itu akan jujur saat menjabat. Apakah mungkin gaji seorang bupati yang menjabat selama lima atau bahkan sepuluh tahun mampu mengembalikan modal pencalonan? Inilah yang sering kali memunculkan godaan untuk menyalahgunakan kekuasaan demi mengembalikan investasi politik.
Pemimpin yang jujur dan adil sulit lahir dari sistem yang menuntut pengeluaran dana besar dalam proses pencalonan. Dengan menyederhanakan Pilkada, mengurangi biaya kampanye, dan fokus pada rekam jejak calon, kita bisa berharap terpilihnya pemimpin yang lebih jujur. Pemimpin yang tidak terbebani utang budi kepada tim sukses atau pihak yang membiayai kampanyenya, sehingga mereka bisa fokus pada kesejahteraan masyarakat.
Akhir kata, perubahan ini mungkin terdengar sederhana, namun dampaknya bisa sangat besar. Dengan menghilangkan unsur-unsur kampanye yang mahal dan sering kali manipulatif, Pilkada akan lebih adil dan murni, serta menghasilkan pemimpin yang benar-benar peduli kepada rakyat. Isya Allah, di bawah sistem ini, kejujuran dan keadilan akan lebih mudah terwujud dalam kepemimpinan daerah.
Mesuji, Terinspirasi dalam Dialog, 12 Oktober 2024
Udin Komarudin
Baca juga:
Anies Playing Victim?
|
Penggiat Pemilu